Minggu, 15 April 2012

biofarmasi



FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
MAKALAH BIOFARMASI
“PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL BIASA”

1247750129UMI LOGO.jpg
OLEH :


KELAS W2
KELOMPOK I

·           FITRI ARIFAH
·           SAKINAH
·           NURUL INAYAH
·           RINAWATI
·           NURUL MUTHMAINNAH


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012

BAB I
LATAR BELAKANG
            Tujuan terapi obat adalah mencegah, menyembuhkan  atau mengendalikan berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai tujuan ini, dosis obat yang cukup harus disampaikan pada jaringan target sehingga kadar terapeutik didapatkan .Dokter klinik harus mengetahui bahwa kecepatan awitan kerja obat, besarnya efek obat dan lamanya kerja obat dan lamanya kerja obat di kontrol oleh empat  proses dasar gerakan dan modifikasi obat dalam tubuh.
Pemberian obat per oral merupakan cara pemberian yang paling alamiah untuk semua bahan yang akan diserap oleh organ tubuh. Fungsi alat cerna adalah menyerap sebagian besar bahan-bahan yang diperlukan untuk hidup. Sakit, terutama untuk hidup. Cara pemberian obat peroral paling banyak dipakai di luar lingkungan penyakit menahun dengan masa perawatan yang lama bahkan yang seumur hidup (penggunaan obat anti-epileptik, anti-diabetik dll) pemakaian obat per oral merupakan cara yang umum dan nyaman . Untuk anak-anak pemberian obat per oral lebih dapat diterima karena umumnya sediaan mengandung sirop dengan aroma yang enak dan cara pemberiannya yang mudah misalnya pemberian gerusan tablet atau isi kapsul dalam sendok yang dicampur selai atau susu.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Fisiologi
1.      Usus Halus
Tempat absopsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yanng sangat luas, yakni 200 m2 ( panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan villidan mikrovilli ) ( Ganiswara.et.al, 1995).
pada umumnya terjadi secara difusi pasif,karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larutdalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus
Vaskularisasi
Aliran darah bersumber pada arteria mesenterica superior melaui cabang aa.jejenales dan aa.ileae. pembuluh-pembuluh darah berjalan di dalam mesenterium.
Saraf
3 jenis serabut saraf fungsional :
♦ Neuron kolinergik/parasimpatis (n.vagus) → memudahkan kontraksi
♦ Neuron adrenergik/simpatis (n.splanchnicus) → menghambat kontraksi
♦ Serabut inhibisi non-adrenergik → ↓ motilitas → ATP
2.      Hati
Zat racun yang masuk ke dalam tubuh akan disaring terlebih dahulu di hati sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hati menyerap zat racun seperti obat-obatan dan alkohol dari sistem peredaran darah. Hati mengeluarkan zat racun tersebut bersama dengan getah empedu.
Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-sel hati.
VASKULARISASI
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melaui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.
Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu terletak dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobules hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena-vena interlobularis yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobules membentuk vena sublobularis yang selanjutnya menyatu dan membentuk vena hepatica. Cabang-cabang terhalus anteria hepatica juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteri dari arteria hepatica dan darah vena dari vena porta. Tekanan yang meningkat dalam system portal adalah manifestasi lazim gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh tempat darah portal berasal.(Prise, 2003)
Saraf
Hepar mendapatkan innervasi dari :
a. Nn. Splanchnici
Innervasi ini bersifat sympatis untuk pembuluh darah di dalam hepar. Diperoleh melalui plexus coeliacus dan merupakan serabut-serabut postganglioner.
b. N.Vagus dextra et sinistra
Bersifat parasympatis, berasal dari chorda anterior dan chorda posterior nervi vagi.
• Corda anterior (dari N.Vagus sinistra), mengikuti a.gastrica dexter masuk ke dalam ligamentum hepatoduodenale, mencapai porta hepatis, member cabang-cabang yang disebut rami hepatici.
• Chorda posterior (dari N.Vagus dextra), setelah empersarafi gaster lalu masuk plexus coeliacus, lalu mengikuti ligamentum hepatoduodenale menuju ke porta hepatis.
c. N.Phrenicus dekstra
Setelah masuk ke dalam cavum abdominalis, selanjutnya menuju ke plexus coeliacus, mengikuti ligamentum hepatoduodenale, mencapai porta hepatis.
3.      Ginjal
      Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak.( Menurut Syaifuddin 1995)
Saraf
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. (Price,1995)
B.       Fase Farmakokinetik
Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisiko-kimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan yang selanjutnya menentukan aktivitas terapetik obat.
Perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari empat tahap, yaitu : Absorpsi (penyerapan), Distribusi (Penyebaran), Metabolisme dan Ekskresi (pengeluaran) yang keseluruhannya memebentuk sistem yang lebih dikenal dengan singkatan A.D.M.E
a.         Absorpsi (Penyerapan)
Yang dengan absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila molekul zat aktif berada dalam bentuk terlarut.
b.    Distribusi (Penyebaran)
Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam peredaran darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh, sama halnya dengan molekul lain dalam fase aquous mampu menyaring secara ultra dan melewati sawar membran. Dalam penyebarannya, secara kualitatif dan kuantitatif sifat fisiko-kimia zat aktif sangat menentukan afinitasnya, sedangkan peredaran darah yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh menunjukkan jalur penyebarannya.
Seperti pada setiap tahap sistem ADME, maka tahap penyebaran zat aktif mmerupakan fenomena dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif (kecuali jika terjadi proses keseimbangan semu akibat pemberian obat terus menerus). Pengertian akumulasi atau penimbunan, terutama penimbunan bahan toksik, harus dijajagi dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan “masuk” dan kecepatan “keluar”.sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek racun atau hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju pengeluaran dibandingkan dengan laju penerapan. Pengertian keadaan tunak atau keadaan seimbang dalam farmakokinetik, berarti laju penyerapan sama dengan laju peniadaan. Pada laju yang sedang, usaha keseimbangan itu sama dengan pemberian yang diulang-ulang. Keseimbangan juga dapat diperoleh dengan cara pemberian obat yang menghasilkan laju yag tetap misalnya dengan cara perfusi.
c.    Metabolisme dan Ekskresi (Pengeluaran)
Adanya molekul asing di dalam tubuh akan memaksa organ tubuh agar melenyapkan molekul asing tersebut. Pengeluaran molekul zat aktif yang tidak berubah merupakan proses peniadaan melalui jalan keluar tubuh yaitu melalui saluran seperti halnya molekul endogen. Ginjal dan air kemih merupakan sistem pengeluran yang klasik, tetapi harus diingat peranan pengeluaran feses (baik secara langsung atau melalui empedu) juga jangan dilupakan peranan khusus paru, kulit (keringat dan penggantian kulit) serta peranan kelnjar susu dan air susu. Metabolisme trejadi secara kimiawi dan kinetik metabolisme dan kinetik pengeluarannya merupakan kinetik peniadaan.

C.    Fase Biofarmasetik
Fase biofarmasetik melibatkan seluruh unsur-unsur yang terkait mulai saat pemberian obat hingga terjadinya penyerapan zat aktif. Kerumitan peristiwa tersebut tergantung pada cara pemberian dan bentuk sediaan, yang secara keseluruhan berperan pada proses predisposisizat aktif dalam tubuh. Seperti diketahui fase farmakodinamik dan farmakokinetik mempunyai sifat individual spesifik dalam interaksi tubuh dan zat aktif. Hal tersebut selanjutnya mempengaruhi intensitas farmakologik dan kinetik zat aktif suatu obat di dalam tubuh. Dengan demikian fase biofarmasetik merupakan salh satu kunci penting untuk memperbaiki aktivitas terapetik.
Fase bioarmasetik dapat diuraikan dalam tiga tahap utama, yaitu L.D.A yang berarti Liberasi (pelepasan), Disolusi (Pelarutan), dan Absorpsi (penyerapan. Seperti halnya dengan sistem A.D.M.E pada nasib zat aktif in vivo, maka ketiga tahap L.D.A berbeda pada setiap jalur.























Rounded Rectangle: PELEPASAN (Liberasi)
Rounded Rectangle: PELARUTAN (Disolusi)
Rounded Rectangle: PENYERAPAN (Absorpsi)









1.      Liberasi (Pelepasan)
Apabila seorang penderita menerima obat berarti ia mendapatkan zat aktif yang diformula dalam bentuk sediaan dan dengan dosis tertentu. Obat pada mulanya merupakan depot zat aktif yang jika mencapai tempat penyerapan akan segera diserap (Drug delivery system dalam istilah anglo-sakson). Proses pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan cukup rumit dan tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif dipengruhi oleh keadaaan lingkungan biologis dan mekanis pada tempat pemasukan obat, misalnya gerak peristaltic usus, dan hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau kenyal (tablet, suppositoria dll).
Sebagaimana diketahui, tahap pelepasan ini dapat dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pemecahan dan peluruhan misalnya untuk sebuah tablet. Dari tahap pertama ini diperoleh suatu disperse halus padatan zat aktif dalam cairan di tempat obat masuk ke dalam tubuh.
2.      Disolusi (Pelarutan)
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan disperse molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan. Tahap ini juga diterapkan pada obat-obtan yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak, tetapi yang terjadi adalah proses ekstraksi (penyarian). Setelah pemberian sediaan larutan, secara in situ dapat timul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut selanjutnya akan melarut lagi.
3.      Absorpsi (Penyerapan)
Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan awal fase farmakokinetik, jadi tahap ini benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh yang aturan-aturannya ditengarai oleh pemahaman ketersediaan hayati (bioavabilitas).
Penyerapan zat aktif tergantung pada bagian parameter, terutama sifat fisika-kimia molekul obat. Absorpsi ini tergantung juga pada tahap sebelumnya yairu saat zat aktifnya berada dalam fase biofarmasetik.
Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat.
Tahap pelepasan dan pelarutan zat aktif merupakan tahap penentu pada proses penyerapan zat aktif, baik dalam hal jumlah yang diserap maupun laju penyerapannya.
4.      Bioavabilitas (Ketersediaan hayati)
Gabungan pengertian laju penyerapan dan jumlah yang diserap pada fase disposisi obat dalam tubuh menghasilkan konsep keersediaan hayati.
Profil keberadaan bahan obat di dalam darah fungsi dari waktu disebut pula “profil bioavabilitas” atau profil ketersediaan hayati”. Profil ini menggambarkan interaksi antara fase ketersediaan zat aktif dan fase disposisinya. Selain itu profil tersebut juga mengungkapkan nasib obat di dalam tubuh yang tidak diketahui sebelumnya.
D.                Faktor-faktor yang mempengaruhi LDA
1.      Faktor fisikokimia
a.      Faktor fisika
·         Ukuran partikel :Penurunan ukuran partikel dapat mempengaruhi laju absorbsi dan kelarutannya.
·         Bentuk kristal dan amorf : bentuk kristal umumnya lebih sukar larut dari pada bentuk amorfnya
·         Solvat dan hidrat : selama kristalisasi molekul air dan pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya menghasilkan solfat , bila pelarut air terbentuk hidrat.
b.      Faktor kimia
·         Pengaruh pembentukan garam  : untuk mengubah senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi laju kelarutannya
·         Pengaruh pembentukan ester : menghambat atau memperpanjang aksi zat aktif

2.      Faktor fisiologi
v  Permukaan penyerapnyai permukaan penyerap
Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan usus halus. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan peroral dan tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya penyerapan pasfi dari zat aktif lipofil dan bentuk tak terionkan pada PH lambung yang asam.Penyerapan pasif dapat terjadi pada usus halus secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan PH yang akan mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi pada daerah tertentu.
Suatu alkaloida yang larut dan terionkan dalam cairan lambung,secara teori kurang diserap. Bila PH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan mengendap pada PH 5,5. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut untuk dapat diserap dalam jumlah yang cukup . Oleh sebab itu harus dirancang suatu sediaan dengan pelepasan dan pelarutan zat aktif yang cepat.
v  Umur
Saluran cerna pada bayi yang baru lahir bersifat sangat permeabel dibandingkan bayi yang berumur beberapa bulan .Pada bayi dan anak-anak, sebagian sisttem enzimatik belum berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak sempurnyanya proses detiksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna.
v  Sifat membran biologik
Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya difusi pasif zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang terinkan di lambung dan terutama di usus besar.
3.      Faktor Patologi
A.    Faktor patologik
Faktor penghambat dan penurunan efek obat :
·      Gangguan penyerapan di saluran cerna, karena adanya perubahan transit getah lambung dan keadaan mukosa usus.
·      Penurunan absorbsi parenteral karena penurunan laju aliran darah
·      Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal , karena alkalosis atau asidosis.

Faktor penghambat dan peningkat efek obat :
·         Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membranpada tempat kontak
·         Insufisiensi hati
·         Insufisiensi ginjal
·         Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi  biotransformasi














Daftar pustaka
Ganiswara, S.G.1995.” Farmakologi dan Terapi. Edisi 4”. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
Katzung.1989.”Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3”.EGC: Jakarta
Lamid, Sofyan.” Farmakologi Umum” I. EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
Price, S.A. 2003.” Gangguan hati, Kandung Empedu, dan Pankreas Patofisiolegi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar